Masjid Pathok Negoro
Oleh: Departemen Sosial Budaya KMNU UNY
Masjid Pathok Negara Plosokuning atau Masjid Jami’ Sulthoni Plosokuning merupakan salah satu dari empat Masjid Pathok Negara. Masjid ini terletak di Komp. Masjid Jami’ Pathok Negoro, Jl. Plosokuning Raya No.99, Ploso Kuning IV, Minomartani, Kec. Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Masjid Pathok Negara Plosokuning ini didirikan oleh Kyai Murdoso yang merupakan anak dari Kyai Nur Iman. Dinamakan ”Pathok Negara” karena digunakan sebagai batas atau penanda negara atau kerajaan. Dilansir dari dpad.jogjaprov secara makna pathok berarti sesuatu yang ditancapkan sebagai batas atau penanda, dapat juga berarti aturan, pedoman atau dasar hukum. Sementara negara berarti negara, kerajaan, atau pemerintahan. Oleh karena itu, pathok negara bisa diartikan juga sebagai batas wilayah negara atau pedoman bagi pemerintahan negara.
Awal mula berdirinya Masjid Pathok Negara Plosokuning tidak lepas dari peran Kyai Nur Iman yang merupakan kakak dari Sri Sultan Hamengku Buwono I. Seperti yang dijelaskan oleh imam Masjid Patok Negara Plosokuning, Arsyadi Khoirudin, “Di awal berdirinya Kasultanan Yogyakarta, Kyai Nur Iman diangkat sebagai penasehat. Pada saat menjadi penasehat Kasultanan Yogyakarta beliau memberikan berbagai gagasannya untuk Kasultanan Yogyakarta. Diantara gagasan besar Kyai Nur Iman, ada gagasan beliau untuk mendirikan 4 pathok negara, yang berfungsi sebagai pengembangan agama islam, pos-pos untuk melawan penjajah, baik dari sisi budaya maupun kedaulatan. Keempat ”Pathok Negara” tersebut berada
diempat penjuru mata angin, yakni utara di Plosokuning, barat di Mlangi, selatan di Dongkelan, dan timur di Babadan,” tuturnya, (1/6/2023).
Sejarah awal mula pembangunan Masjid Pathok Negara Plosokuning terdapat berbagai pendapat. Menurut Arsyadi Khoirudin selaku Imam Masjid Pathok Negara Plosokuning menyatakan bahwa, “Dari keempat Masjid Pathok Negara yang pertama dibangun yakni, Masjid Pathok Negara Plosokuning, yakni pada tahun 1751. Karena pada saat itu masyarakat Plosokuning dinilai paling siap untuk dibangunkan masjid, dan di daerah yang lain belum siap, baik belum siap untuk menerima islam atau belum ada orangnya, karena masih hutan,” tuturnya, (1/6/2023).
Dilansir dari dpad.jogjaprov, menurut salah satu pengurus takmir, Masjid Plosokuning sebenarnya berdiri sebelum keraton dibangun. Masjid ini didirikan oleh Kyai Mursodo, beliau adalah anak dari Kyai Nur Iman Mlangi. Posisinya kala itu berada di selatan bangunan yang sekarang. Dikisahkan sesaat setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I membangun keraton dan Masjid Gedhe, beliau memindahkan Masjid Plosokuning dari posisi sebelumnya ke posisi yang sekarang. Arsitektur bangunan masjid juga mengalami perubahan, mengikuti bentuk dari Masjid Gedhe. Hal ini terlihat dari model atap tumpang dan mustaka di atasnya. Hanya saja jika Masjid Gedhe terdiri dari tiga tumpang, maka Masjid Plosokuning ini hanya terdapat dua tumpang sama seperti pada Masjid Pathok Negara lainnya.
Pendapat lainnya adalah menurut KRT H. Jatiningrat (Romo Tirun) selaku Humas Kraton menjelaskan bahwa, Masjid Pathok Negara yang pertama kali dibangun adalah masjid Pathok Negara Mlangi, lalu Plosokuning, Babadan, dan Dongkelan. Hal ini karena yang ditunjuk untuk memimpin di Mlangi adalah Kyai Nur Iman.
Di antara keempat Masjid Pathok Negara lainya, Masjid Pathok Negara Plosokuning paling terjaga keaslianya. Seperti di luar masjid terdapat halaman, dan terdapat kolam yang mengelilingi masjid. Lalu di dalam masjid terdapat serambi, dan masjid pokok yang di sebelah kanan dan kirinya terdapat pawesten untuk putri. Dan di belakang masjid terdapat makam. Di belakang masjid pathok negara plosokuning terdapat makam Kyai Mustofa yang merupakan imam pertama Masjid Pathok Negara Plosokuning yang bergelar Hanafi I. Kyai Mustofa diberi tugas oleh kasultanan yogyakarta sebagai imam masjid, pimpinan wilayah, dan sebagai hakim di peradilan agama.
Urutan kepemimpinan Masjid Pathok Negara Plosokuning yakni yang pertama Kyai Mustofa yang merupakan cucu Kyai Nur Iman yang bergelar Hanafi I. Dilanjutkan oleh Kyai Ali Imron yang bergelar Hanafi II, lalu Kyai Syarbini yang bergelar Hanafi III, dan Kyai Jasmani yang bergelar Hanafi IV. Pada masa Kyai Jasmani Indonesia memproklamasikan kemerdekaan dan Kasultanan Yogyakarta bergabung dengan Indonesia. Setelah bergabungnya Kasultanan Yogyakarta dengan Indonesia maka pemberian gelar Hanafi dihilangkan bersamaan dengan dihilangkan sistem pathok negara.
Sering bahas napak tilas min